Vandalisme Itu Merusak

Pasti civitas akademika Stembayo tidak asing dengan gambar atau coretan yang ada di fasilitas umum, tempat wisata, atau di lingkungan terdekat kita, semisal rumah atau sekolah. Biasanya gambaran atau coretan tersebut berisi ungkapan dari komunitas tertentu, inisial atau bahkan isyarat tertentu. Hal itu merupakan bentuk Vandalisme.

Menurut Jason Lase dalam Pengaruh Lingkungan Keluarga dan Sekolah Terhadap Vandalisme Siswa (2003), vandalisme merupakan tindakan atau prilaku yang merugikan, merusak objek fisik dan lingkungan buatan, baik milik pribadi maupun fasilitas umum. Sedangkan, menurut Sri Susilawati, dkk dalam buku Manajemen Pariwisata (2022), Vandalisme adalah kegiatan manusia yang merusak (tatanan sosial budaya, bangunan bersejarah, dan kelestarian alam).

Istilah vandalisme ini berasal dari bahasa Perancis, yang dipergunakan oleh Henri Gregoire untuk menggambarkan penjarahan dan penghancuran karya seni pada Revolusi Perancis, sekitar tahun 1794.

Bentuk-bentuk Vandalisme

Berbagai macam bentuk vandalisme yang dijelaskan oleh Lase (2003), sebagai berikut:

  • Aksi mencoret-coret (grafiti), aksi mencoret-coret tembok pinggir jalan, tembok sekolah, jembatan, halte bus, fasilitas umum, dan sebagainya.
  • Aksi memotong (cutting), aksi memotong pohon, tanaman, bunga pada obyek wisata/hutan, kebun milik orang lain (tanpa ijin), dsb.
  • Aksi memetik (plucking), aksi memetik bunga dan memetik buah milik orang lain tanpa meminta izin dari pemiliknya.
  • Aksi mengambil (taking), aksi mengambil barang milik orang lain, mengambil tanaman, dan sebagainya.
  • Aksi merusak (destroying), aksi merusak penataan lingkungan yang sudah tersusun rapi dari orang lain. Semisal mencongkel pintu rumah orang lain, memindahkan tanaman milik orang lain, membuang sampah di sembarang tempat.

Faktor Penyebab

Faktor penyebab yang memicu tindakan vandalisme didasari dari faktor lingkungan sehari-hari dalam hubungan antar personal. Permasalahan dalam lingkungan keluarga menjadi dominasi terhadap pemicu tindakan ini, antara lain :

  • Kurang komunikasi antar anggota keluarga berakibat remaja mengekspresikan perasaannya melalui tindakan vandalisme, hal ini seringkali dilakukan pada buku pelajaran, buku catatan, bangku sekolah, tembok ruang kelas, dan sebagainya.
  • Kurangnya pengawasan dari orang tua, karena tempat tinggal yang jauh atau tidak dalam satu rumah, kesibukan orang tua, pola asuh yang longgar atau terlalu ketat sehingga prilaku remaja menjadi bebas dan tidak dapat membedakan sikap baik dan buruk.
  • Kurangnya kebebasan anak atau remaja mengekspresikan perasaaannya di lingkungan keluarga yang menjadi haknya, misal tidak memiliki kamar tidur sendiri, tidak memiliki fasilitas belajar sendiri, atau tidak memiliki ruang privasi untuk mengekspresikan ide, pokok gagasan yang dimilikinya.
  • Kurangnya kebersamaan dalam beraktivitas sehari-hari dalam anggota keluarga, misal beribadah bersama, berdo’a bersama, makan bersama, berekreasi bersama dan sebagainnya.

Ancaman Pidana

Mengutip dari kompas.com, terbit pada 8 Desember 2022, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) terbaru turut mengatur ancaman terhadap pelaku pengeroyokan dan vandalisme atau perusakan barang di muka umum hingga 5 tahun penjara. Hal itu tercantum dalam pasal 262 KHUP tentang melakukan kekerasan terhadap orang atau barang secara bersama-sama di muka umum, dimana pasal itu terdiri dari 5 ayat, dengan acaman denda sampai 200 juta atau pidana penjara sampai 12 tahun.

Cara Mencegah Tindak Vandalisme

Terdapat beberapa cara untuk mencegah dan mengatasi tindakan vandalisme, antara lain:

  1. Membangun komunikasi dan kedekatan antar anggota keluarga
    Keluarga merupakan entitas terkecil dari suatu negara, dengan membangun komunikasi antar anggota keluarga seperti mendengarkan anak atau remaja menyampaikan pendapatnya tentang sesuatu. Validasi (akui) apa yang mereka rasakan, apresiasi bilamana hal tersebut baik dan layak untuk dipuji. Bangun komitmen bersama antara orang tua dan anak/remaja terhadap hal yang boleh dilakukan dan hal yang tidak boleh dilakukan.
  2. Mengembangkan kegiatan positif
    Beberapa anak/remaja melakukan perusakan karena haus akan pengakuan atas eksistensi dirinya. Hal yang dapat dilakukan untuk bagi orang tua atau sekolah dengan mengenali minat, bakat dan potensi mereka. Berikan ruang dan aktivitas yang bermanfaat, seperti berorganisasi, berolahraga, bermain musik, menari, fotografi, dan sebagainya.
  3. Mendengarkan pendapat dan keluh kesahnya
    Beberapa remaja mungkin tidak dapat menemukan tempat untuk curhat yang tepat, atau bahkan beberapa keluarga enggan meminta bantuan psikolog/profesional, karena stigma negatif. Padahal, bukanlah hal yang tabu atau salah, bilamana harus datang ke psikolog atau guru Bimbingan Konseling (BK) di sekolah untuk mendapatkan bantuan dan bimbingan terhadap masalah-masalah yang sedang dihadapi.
  4. Sanksi yang tegas
    Mengtasi tindak vandalisme tentu tidak dapat dilakukan oleh satu pihak saja, tetapi usaha dan kepedulian bersama mulai dari lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat. Di dalam lingkungan keluarga peran orang tua untuk selalu memberikan pengetahuan dan pengawasan terhadap anak/remaja, di lingkungan sekolah pengawasan dan menindak pelaku vandalisme dengan aturan sekolah dan sanksi mendidik sehinggan tidak mengulangi perbuatannya. Akan lebih baik, bila semua pihak memberikan pengetahuan dan pemahaman kepada pelaku vandalisme untuk tidak melakukan hal yang merugikan baik diri sendiri maupun orang lain, sehingga berujung pada sanksi pidana.
Sebar info ini